Visualisasi
Seni Teater sangat populer dengan istilah Pertunjukkan Drama. Seni Teater merupakan
induk semua kegiatan visualisasi drama dan teatrikal. Teater memiliki beberapa
unsur utama alur cerita yang disebut naskah. Dalam menvisualkan teater beberapa
diantaranya menggunakan naskah dari karya sastra seperti novel dan cerita
rakyat.
Teater
disadur dari bahasa Yunani yaitu Theatron yang memiliki arti tempat atau
gedung pertunjukkan. Dalam perkembangannya Teater tidak hanya berpusat pada
gedung pertunjukkan, tetapi juga segala hal yang dipertunjukkan di depan semua
orang banyak. Dengan demikian Teater merupakan lakon yang dimainkan di atas
pentas yang ditonton oleh berbagai penonton. Pada masa lampau Visualisasi Seni
Teater ditujukan sebagai kegiatan Ritual keagamaan dan pemujaan bagi Dewa-Dewa
besar saat itu. Asal mula teater didasarkan beberapa teori seperti berikut ini:
- Berasal dari Ritual Agama Primitif
- Berasal dari sajak dan nyanyian perang untuk mengenang Pahlawan yang gugur.
- Berasal dari kegemaran manusia mendengarkan cerita-cerita.
Beberapa
penelitian dan pendapat mengungkapkan bahwa Seni Teater berasal dari kawasan Mediterania
Kuno yang saat itu dikuasain oleh beberapa Kekaisaran Besar, seperti Mesir
Kuno, Yunani Kuno dan Romawi Kuno. Atas dasar catatan sejarah yang dipelajari
dari aksara peninggalan Kekaisaran Kuno tersebut diprediksi Teater telah ada
sejak tahun 2000 SM. Berikut ini beberapa deskripsi periode sejarah perkembangan Seni Teater.
1. Teater Mesir Kuno
Beberapa
catatan Teater tertua di Dunia berasal dari Bangsa Mesir Kuno yang telah
mencatat Naskah Tertua di Dunia. Menurut Pemuka Agama Primitif di Mesir Kuno
catatan tentang pertunjukkan Teater berasal dari kisaran tahun 2000 SM. Naskah Drama
dalam Seni Teater tersebut dikenal dengan nama Naskah Abydos. Naskah Teater
Abydos menceritakan tentang pertarungan antara Dewa Buruk dan Dewa Baik. Naskah
Visualisasi Teater Kuno tersebut tercatat memiliki unsur-unsur Teater seperti
Pemeran Tokoh, Jalan Cerita, Naskah Dialog, Topeng, Tata Busana, Musik
Pengiring, nyanyian, tarian, dan beberapa properti pendukung seperti tombak,
kapak, tameng, dan lain-lain. Drama dalam visualisasi Teater tersebut diyakini
merupakan sebuah ritual keagamaan yang disakralkan untuk pemujaan Dewa dan
tidak ada unsur hiburan untuk rakyat. Visualisasi tersebut dilakukan di
lapangan terbuka dengan beberapa api unggun sebagai pusat kegiatan.
2. Teater Yunani Kuno
Bangsa
Yunani telah menciptakan gedung pertunjukkan Teater sejak 600 SM. Gedung yang dibuat dengan struktur bangunan
setengah lingkaran sebagai tempat penonton yang dibuat berundak-undak curam
seperti tangga. Gedung Teater ini disebut dengan nama Amphiteater. Visualisasi
Seni Teater di zaman Yunani Kuno tidak hanya terpaku sebagai ritual seperti
pada zaman kuno, tetapi sudah menjadi sebuah hiburan untuk pejabat kerajaan dan
rakyat umum. Pada saat pertunjukkan Teater, rakyat akan berkumpul dan menduduki
tribun Amphiteater.
Naskah
Drama yang divisualkan dalam Seni Teater Yunani Kuno biasanya mengambil cerita
rakyat atau legenda Kepahlawanan. Beberapa Teater Komedi juga dipertontonkan di
jalanan atau Plaza kerajaan. Pada masa Yunani Kuno telah ada beberapa seniman
Sastra dan Penulis Naskah drama yang mampu membuat sebuah Lakon Drama dalam
pertunjukkan Teater. Beberapa pengarang Seni Teater Klasik pada zaman Yunani
Kuno antara lain Aeschylus (525 SM), Shopocles (496-406 SM), Euripides (484-406
SM), Aristophanes (448-380 SM), Manader (349-291 SM).
3. Teater Romawi Kuno
Seni
Teater di Zaman Romawi Kuno berkembang sejak 200 SM. Perkembangan Seni Teater
di era Romawi Kuno tidak pesat seperti era Yunani Kuno, namun sangat
mempengaruhi perkembangan seni teater di kawasan daratan Eropa pada era Abad
Pertengahan dan Renaisans. Teater di are Romawi Kuno diperkenal oleh seniman
Yunani yang bernama Livius Andronicus karena ekpansi kekuasaan Romawi
yang menyebabkan inkulturasi pengaruh budaya kedua kerajaan tersebut. Pengaruh budaya Yunani melekat hingga ke
gedung teater, namun dengan pembaruan dan sentuhan ornamen Romawi Kuno.
Seni
Teater pada masa Romawi Kuno memiliki beberapa ciri dan karakter yang sedikit
membedakan dengan gaya teatrikal Yunani Kuno, antara lain penggunaan musik yang
melengkapi seluruh adegan, tema yang lebih luas dan merakyat, dan menampilkan
banyak adegan konflik yang menambah daya tarik tontonan. Seni Teater Kuno pada
era Romawi Kuno mengalami penurunan semenjak perubahan bentuk kerajaan dan
serangan musuh dari luar wilayah Roma.
4. Teater Abad Pertengahan
Seni
Teater di daratan Eropa pada Abad Pertengahan mengalami perubahan kultuer sejak
kelahiran Agama Kristen dan Katolik. Visualisasi Drama pada Seni Teater mulai
dikembangkan dengan kreasi berupa penggunaan Tema Cerita yang diambil dari
kisah-kisah di Alkitab. Seni Teater juga menjadi sebuah tontonan menarik untuk
masyarakat saat menyemarakkan Hari-hari Besar Keagaaman Kristen dan Katolik.
Pada
era Abad Pertengahan sebuah inovasi dalam visualisasi drama dilakukan dengan
menggunakan panggung bergerak berupa kereta yang ditarik mengelilingi kota yang
disebut Pegeant. Aktor-aktor yang memainkan peran pada Seni Teater era
Abad Pertengahan menggunakan bahasa sehari-hari dalam dialog mereka sehingga
mudah dipahami dan disukai oleh masyarakat. Penggunaan Pegeant yang
berpindah-pindah memudahkan orang-orang untuk mengenal Teater di berbagai
tempat. Beberapa ciri dalam visualisasi Drama pada era Abad Pertengahan antara
lain:
- Lirik dialog yang mudah dipahami.
- Drama disisipi cerita kepahlawanan yang diberi bumbu drama percintaan.
- Drama dimainkan ditempat umum dengan memungut bayaran.
- Drama tidak memiliki nama pengarang, karena kisah bisa diambil dari legenda maupun cerita dari Alkitab.
- Beberapa aktor yang bermain merupakan Mahasiswa dari Universitas Filsafat,
- Panggung yang digunakan diatas kereta yang bisa berpindah-pindah tempat.
5. Teater Zaman Italia
Seni
Teater pada Zaman Italia merupakan pengembangan Seni Teater di kawasan Italia
yang berusaha mempertahankan Commedia dell’arte yang bersumber
dari Komedi Yunani pada kisaran abad ke-17. Teater Komedi ini kemudia
berkembang dan menyebar ke kawasan Eropa lainnya dan mempengaruhi segala jenis
Teater Komedi. Ciri Khas Commedia dell’arte antara lain:
- Tempat pertunjukkan dilakukan di lapangan terbuka atau tempat-tempat sederhana.
- Cerita yang dimainkan merupakan kisah yang bersumber dari cerita turun temurun.
- Menggunakan lakon drama yang berisi garis besar cerita.
- Cerita didahului dengan sebuah Prolog panjang.
- Aktor yang berperan dalam drama bebas berimprovisasi dengan dialog.
- Plot cerita berlangsung dengan suasana adegan lucu.
- Peristiwa cerita berlangsung dan berpindah secara cepat.
- Terdapat 3 tokoh yang selalu muncul, yaitu tokoh penguasa, tokoh penggoda dan tokoh pembantu.
- Mempunyai setting panggung yang sederhana, yaitu: rumah, jalan dan lapangan.
6. Teater Modern
Teater
Modern adalah periode akhir pengembangan visualisasi drama. Teater Modern
merupakan pengembangan konsep visualisasi Drama pada zaman Yunani Kuno dan dikembangkan
kembali pada abad ke-19. Dalam praktek lakon drama, Seni Teater Modern memiliki beberapa terobosan yang bersifat baku dan tertata rapi yang ditemukan
dalam unsur-unsur pertunjukkan. Beberapa ciri dan karakter unsur yang ditemukan
dalam Teater Modern antara lain adalah penggunaan Naskah sebagai acuan
pertunjukkan, Skenario, Tokoh, Sutradara, dan berbagai properti. Pada era Teater
Modern semua unsur yang digunakan untuk visualisasi drama sudah dilengkapi dengan
perangkat elektronik. Dalam pementasan sebuah lakon sudah diberi sentuhan yang
teknologi dan efek-efek khusus pada beberapa unsur seperti musik, dekorasi,
tata cahaya dan efek elektronik. Sehingga penampilan Seni Teater di atas
panggung menjadi lebih bagus dan semarak.
Sejak
awal Abad ke-20 periode Seni Teater Modern sudah memiliki kreasi visualisasi
drama dalam bentuk lain yaitu berupa bentuk digital. Beberapa bentuk digital
tersebut antara lain Sinema Film dan Sinema elektronik
(Sinetron). Pemanfaatan layar besar atau layar kaca yang menampilkan visual
drama menjadi sebuah terobosan Seni Teater yang paling populer di Era Teater
Modern. Sinema Film adalah gambar hidup atau foto bergerak yang direkam didalam
sebuah roll film dan menyorotkan cahaya pemutaran film pada sebuah layar kain yang lebar. Film
dikembangkan pertama kali pada kisaran tahun 1927 yang sudah memiliki teknologi
untuk memutar audio. Hingga pada tahun 1937 industri film menjadi sebuah karya Seni
Teater yang populer dan berkembang hingga saat ini.
Demikian
deskripsi sejarah perkembangan Seni Teater di dunia. Teater memiliki berbagai
bentuk dan genre yang menjadi sebuah hiburan yang menarik dan tidak monoton
seperti pada era primitif dan kerajaan besar kuno. Artikel terkait lainnya silahkan
cek di laman tegaraya.com